Dugaan Korupsi Dana Mahasiswa Eksodus, Polda Papua Tahan Ketua PAK-HAM

suaranewspapua.com. jayapura. Penyidik Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Papua, telah menahan Ketua Perhimpunan Asosiasi Kebijakan dan Hak Asasi Manusia Papua (PAK-HAM), MM dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana pengembalian mahasiswa dan pelajar eksodus ke kota asal studi November 2019 lalu.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol AM Kamal mengatakan, dugaan kasus korupsi ini berawal pada November 2019, PAK-HAM mengajukan proposal kepada Gubernur Provinsi Papua terkait permohonan dukungan dana, dalam rangka pengembalian mahasiswa dan pelajar ke kota asal studi masing-masing.
Untuk Tahap I sebanyak 210 orang mahasiswa/mahasiswi dengan biaya sebesar Rp1,5 milyar. Rincian tersdiri dari biaya tiket dari Jayapura ke kota studi untuk 1 orang Rp 4.500.000 dengan jumlah 210 orang, maka total anggaran Rp 945.000.000.
Kemudian biaya tiket dari daerah asal ke Jayapura untuk 1 orang Rp1.500.000 dengan jumlah 210 orang senilai Rp 315.000.000. Biaya konsumsi untuk 210 orang senilai Rp 500.000 untuk 2 hari, senilai Rp 210.000.000 serta biaya lain-lain senilai Rp30.000.000.
“Kemudian pada 4 Desember 2019 telah dilakukan penandatanganan Nota Perjanjian Hibah antara Pemprov Papua dengan Tim Advokasi Hak Pendidikan Mahasiswa Eksodus di tahun 2019 antara Sekda Provinsi Papua saudara T.E.A. Hery Dosinaen dan MM selaku Ketua Tim Advokasi, ” kata Kamal melalui pres release yang diterima Seputarpapua.com, Rabu (9/12) malam.
Setelah dilakukan penandatanganan, maka pada tanggal 13 Desember 2019, telah dilakukan pemindahbukuan ke Rekening PAK HAM PAPUA senilai Rp1,5 milyar.
“Dari anggaran itu, pada awal Maret 2020 lalu, PAK- HAM PAPUA telah membuat LPJ pengelolaan Dana Hibah Tim Advokasi Hak Pendidikan Mahasiswa Eksodus di tahun 2019 ke BPKAD Provinsi Papua,” katanya.
Setelah diteliti LPJ penggunaan Dana Hibah Tim Advokasi Hak Pendidikan Mahasiswa Eksodus di tahun 2019 digunakan untuk kegiatan sebagai berikut, sosialisasi pentingnya pendidikan oleh Tim Kerja, Advokasi hak Pendidikan mahasiswa/mahasiswi eksodus Papua, FGD masalah mahasiswa eksodus Papua bersama tokoh masyarakat Papua dan pemberangkatan mahasiswa/mahasiswi ke kota studi.
Serta Natal bersama mahasiswa tanggal 1 Januari 2020 bKegiatan lain berupa akomodasi dan transportasi mahasiswa, pembayaran sewa kantor, dan rehab kantor PAK HAM pembelian website (aplikasi smart in pay) serta konsumsi operasional posko PAK HAM PAPUA.
“Dari item kegiatan itu, ada beberapa kegiatan yang tidak sesuai dengan proposal yang diajukan oleh PAK-HAM PAPUA. Sehingga terdapat beberapa penyimpangan,” katanya.
Penyimpangannya antara lain, Pembayaran biaya sosialisasi total senilai Rp175.000.000, sebanyak 5 kali pertemuan. Namun dalam LPJ tidak ada dokumentasi pelaksanaan dan nota-nota pembelajaan atas biaya sosialisasi tersebut.
Kemudian, pembayaran biaya advokasi hak pendidikan pelajar/mahasiswa senilai Rp150.000.000, sebanyak 5 kali. Namun dalam kwitansi yang ada dalam LPJ tertanggal 14 November 2019 dan faktanya berdasarkan rekening koran PAK HAM PAPUA penarikan uang sebesar Rp150.000.000, tersebut tertanggal 16 Desember 2019.
Selanjutnya, Pembelian Website Smart In Pay senilai Rp 57.000.000. Tetapi faktanya, aplikasi Smart In Pay tersebut tidak di beli melainkan hanya di download.
Selanjutnya, Pembayaran biaya renovasi kantor PAK HAM PAPUA sebagai posko induk senilai Rp250.000.000, tanggal 20 Desember 2019 yang diserahkan oleh IA selaku bendahara kepada saudari OM Namun faktanya, biaya renovasi kantor PAK-HAM PAPUA hanya senilai Rp5.000.000. Dengan rincian pekerjaan, yaitu pembelian cat tembok, rehab plafon kamar mandi atas dan bawah, biaya tukang, biaya makan tukang, biaya pembuatan papan nama kantor PAK HAM PAPUA dan biaya pergeseran ruangan Ketua PAK HAM PAPUA.
Sementara untuk pembayaran biaya Natal bersama mahasiswa tanggal 1 Januari 2020 senilai Rp 57.000.000. Dimana biaya itu diserahkan oleh Ivonne Awi kepada saudara Mathius Murib.
Namun dalam kwtansi yang ada di LPJ, yang menandatangani kwitansi adalah OM, serta tidak didukung dengan bukti atau dokumentasi pelaksanaan natal bersama mahasiswa.
Ditambah biaya Natal pernah diajukan ke Pemprov Papua di luar biaya eksodus sebesar Rp 200.000.000 dan telah diterima oleh pihak PAK HAM PAPUA (duplikasi biaya untuk 1 giat).
Sedangkan untuk pembayaran sewa ruko yang terlambat pembayaran dari 20 Mei 2018 – 20 Desember 2019 senilai Rp155.000.000.
Pembayaran biaya komunikasi, pulsa listrik dan ATK posko kantor PAK HAM PAPUA senilai Rp150.000.000.
“Dari itu semua, telah dilakukan pencairan uang sebesar Rp1,5 miliar pada tanggal 13 Desember 2019. Tapi kwitansi yang dilampirkan dalam SPJ tertanggal 11, 13, 14 dan 20 November 2019. Dengan demikian LPJ tidak mengakomodir pengeluaran uang dana hibah sesuai riil pembelanjaan dana hibah,” terangnya.
Dari hasil pemeriksaan, dana yang digunakan untuk riil pembelanjaan hanya sebesar Rp369.487.111. Dimana salah satu item pembelanjaan biaya dimaksud untuk pembelian tiket 68 mahasiswa, bukan sebanyak yang tertera dalam proposal 210 mahasiswa.
Selain itu, terdapat transfer uang sebesar Rp710.800.000 ke rekening MM, yang berasal dari dana hibah dalam rangka pengembalian pelajar/mahasiswa ke kota studi masing-masing Tahap I sebanyak 210 orang mahasiswa/mahasiswi.
“Dari itu semua, penyidik sudah menahan MM erta beberapa barang bukti, seperti sejumlah dokumen terkait kasus tersebut,” ujarnya.
Lanjutnya, dari kasus ini penyidik sudah melakukan penyidikan berdasarkan Laporan Polisi Nomor :LP/181/VII/RES.3.3./2020/SPKT/Polda Papua, tanggal 09 Juli 2020. Serta melakukan koordinasi dengan Ahli Keuangan Daerah, dan Ahli Auditor BPKP.
Hasilnya, terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp 1.130.512.889 (satu milyar seratus tiga puluh juta lima ratus dua belas ribu delapan ratus delapan puluh sembilan rupiah).
“Dari penanganan kasus ini, penyidik telah melakukan pemberkasan berkas perkara. Serta meminta perpanjangan penahanan di Kejaksaan Tinggi Papua, Tahap I dan berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum,” katanya.
Atas perbuatannya tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 8 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHPidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).