UNESA Tegaskan Komitmen Menjaga Nilai Persatuan Usai Keterlibatan Mahasiswa Papua dalam Propaganda Separatisme

Surabaya – Universitas Negeri Surabaya (UNESA) tengah menjadi sorotan setelah terungkapnya keterlibatan empat mahasiswa asal Papua dalam kelompok Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota (AMP KK) Surabaya, yang diketahui mendukung propaganda separatisme. Aksi mereka dinilai bertentangan dengan semangat persatuan dan kesatuan bangsa serta tujuan pendidikan yang seharusnya menjadi prioritas utama.
AMP KK Surabaya, sebuah kelompok yang kerap menggelar kegiatan dengan agenda politik yang mengusung isu perjuangan rakyat Papua, telah menciptakan polemik. Kelompok ini diduga memanfaatkan mahasiswa untuk menyebarkan narasi yang mengarah pada pemisahan diri Papua dari Indonesia, sesuatu yang bertentangan dengan semangat kebangsaan yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia.
Keterlibatan mahasiswa dalam organisasi yang berorientasi pada gerakan separatis ini menimbulkan kekhawatiran bagi pihak universitas. Pasalnya, hal ini dapat mencoreng citra mahasiswa Papua di perguruan tinggi, yang seharusnya menjadi contoh teladan bagi kemajuan dan perdamaian. Sebagai bagian dari komunitas akademik, mahasiswa Papua diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kapasitas diri agar kelak dapat kembali ke Papua dan memberikan kontribusi positif bagi daerah asalnya, bukan terjerumus dalam aktivitas yang merugikan masa depan mereka.
UNESA menegaskan bahwa pendidikan tinggi seharusnya menjadi ajang untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan, bukan malah menjadi wadah bagi gerakan yang mengancam persatuan Indonesia. “Kami sangat menyayangkan keterlibatan mahasiswa kami dalam kegiatan yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Sebagai lembaga pendidikan, kami memiliki komitmen untuk memastikan lingkungan kampus tetap kondusif dan bebas dari pengaruh gerakan separatisme,” kata Rektor UNESA, Prof. Dr. Akhmad Hadi, dalam keterangan resminya.
Pihak universitas, sambung Rektor, kini tengah mengkaji langkah-langkah tegas terhadap mahasiswa yang terlibat, termasuk kemungkinan pemberian sanksi administratif atau pemberhentian dari universitas. Langkah tersebut diambil untuk memberi pesan bahwa UNESA tidak akan mentoleransi aktivitas yang merusak semangat kebangsaan dan persatuan.
Selain itu, UNESA juga menyadari pentingnya memberikan pembinaan yang lebih intensif kepada mahasiswa Papua agar mereka dapat lebih fokus pada tujuan akademis. Pendekatan dialogis dan pendampingan yang melibatkan pihak kampus, pemerintah, dan komunitas lokal akan terus diperkuat guna mencegah mahasiswa dari pengaruh kelompok yang tidak sejalan dengan semangat NKRI.
Sementara itu, sejumlah mahasiswa Papua di UNESA mengungkapkan keprihatinan atas peristiwa ini. “Kami ingin belajar dan memberikan yang terbaik untuk tanah Papua, bukan ikut-ikutan dalam kegiatan yang bisa merusak hubungan baik antar sesama anak bangsa,” kata salah seorang mahasiswa Papua yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa mahasiswa, sebagai generasi penerus bangsa, harus selalu menjaga komitmen untuk belajar, berkontribusi positif bagi masyarakat, dan menjaga semangat persatuan Indonesia di manapun mereka berada. Semoga langkah tegas yang diambil oleh UNESA dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa pendidikan adalah sarana untuk kemajuan, bukan untuk tujuan yang bertentangan dengan ideologi negara.