Otsus Papua, Bermanfaat atau Dimanfaatkan?
suaranewspapua.com.- Jika berbicara tentang perjalanan perjuangan Papua, maka mata akan memandang sosok Franz Albert Joku. Sosok yang lahir di Sentani dan besar di Papua Nugini tersebut dikenal dengan pribadi yang teguh dan keras dalam mengusung kesetaraan bagi Ras Melanesia.
Karirnya sebagai pewarta media PNG Post Courier dalam kurun waktu 17 tahun menumbuhkan jiwa kritis akan setiap pergolakan yang terjadi. Setelah itu ia diangkat ke parlemen PNG untuk bekerja menjadi sekretaris Presiden, hingga kepala Staf Kepresidenan PNG.
Rekam jejak Albert Joku pernah menggemparkan jagad Papua, sebab setelah karirnya di PNG terhenti, ia yang merupakan anggota organisasi separatis OPM memproklamirkan diri untuk kembali ke Tanah Air untuk mengabdi dan mengangkat derajat orang asli Papua.
‘empat puluh tahun berkehidupan di PNG, akhirnya dua aktivis pejuang kemerdekaan Papua (Nicholas Simion Messet dan Albert Joku) resmi kembali ke pangkuan NKRI’ kurang lebih kalimat itu yang sempat tersemat dalam salah satu surat kabar yang berkantor di Jayapura kala itu.
Perjuangan yang dilakukan oleh kedua aktivis selama 40 tahun tersebut disadarinya tidak cukup efektif dan membuahkan hasil. Cita-cita mulianya untuk membangun Papua dari kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan harus terbentur dengan aturan perundang-undangan, hal itu dikarenakan mereka memposisikan diri sebagai kelompok anti pemerintah.
Perjalanan yang Panjang hingga akhirnya ketulusan hati seorang Albert Joku untuk menjadikan Papua sebagai tanah yang lebih terberkati pun membuahkan hasil setelah pertemuannya dengan staf khusus Wakil Presiden yang mewakili pemerintah Indonesia kala itu. Otonomi khusus dicetuskan sebagai upaya pemerintah Indonesia untuk mendukung gagasan Albert Joku dan Nicholas Messet.
“Negara Indonesia dan Papua ke depan akan lebih baik, aman, cerah, dan lebih bermartabat,” salah satu petikan bait dalam pidato Franz yang berapi-api. Benar saja, 19 tahun berlalu, mendiang Albert Joku-pun berhak tersenyum lebar atas apa yang ia tanamkan. Masyarakat Papua secara umum saat ini berangsur menuai buah hasil kerja kerasnya. Berbagai pembangunan telah dikebut, ruas jalan sebagai kemudahan akses mobilisasi terlihat dan percepatan ekonomi terjadi begitu pesatnya.
Otonomi khusus memang bukan merupakan hasil akhir untuk membangun Papua, kebijakan tersebut hanyalah sebuah jalan yang memudahkan untuk menuju tujuan akhir, Papua sebagai daerah yang lebih baik.
Namun sejalan dengan apa yang pernah diupayakan oleh Joku, bahwa kepentingan bersama akan mentah ketika pihak tersebut memposisikan diri sebagai kelompok anti pemerintah. Hal itu yang nampaknya belum juga disadari oleh separatisOPM lainnya. Merongrong kedaulatan NKRI dengan berbagai bentuk pergolakan yang mengancam ketentraman.
Penelitian menjabarkan bahwa konflik di Papua terjadi hanya karena faktor kesejahteraan. Hal itu pula yang sedang dirasakan oleh kelompok separatis OPM ataupun organisasi kepolitikan Papua merdeka. Mereka sengaja membuat kekacauan untuk sebuah timbal balik dana yang akan mereka terima setelahnya, dengan berbagai intimidasi tentunya.
Tidak jarang kita mendengar bahwa telah terjadi aksi ancaman oleh kelompok tersebut kepada para kepala kampung pasca penyaluran dana otonomi khusus. Sebuah aksi yang tidak relevan dengan kampanyenya yang seolah menolak NKRI namun mereka juga yang ‘mencari makan’ dari NKRI lewat dana otonomi khusus.
Jika aparat kampung tidak menyanggupi permintaan kelompok pengacau tersebut, bukan tidak mungkin bahwa akan terjadi tindak kriminalitas yang tentunya merugikan pihak lain. Salah satu peristiwanya adalah pembakaran alat berat dan rumah milik pendeta di Titiga dan Dugusina Kabupaten Intan Jaya pada 6 Februari 2020 lalu.
Berbagai anggaran negara yang terpaksa dikeluarkan tersebut selain digunakan untuk menunjang kebutuhan kelompok spearatis, tak jarang juga digunakan untuk membeli perangkat senajata api dan amunisi. Tentu hal itu akan menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua. Otonomi khusus yang telah tercetus oleh mantan OPM yang telah berikrar sumpah setia pada NKRI harus dikotori oleh kroni-kroni OPM yang tidak paham akar permaslahan masyarakat Papua.
Jangan beranggapan bahwa otonomi khusus tidak berhasil atau tidak memberi manfaat, mulailah membukan sejarah bahwa setelah otonomi khusus tercetus ada berapa banyak kemajuan yang terjadi untuk kesejahteraan orang Papua.