Politik

Rakyat Dibenturkan, Dong Bilang Otsus Gagal Tapi Uang Otsusnya Tidak Gagal Namun Lancar Masuk Ke Dompet Petinggi Papua

Suaranewspapua.com- JAYAPURA- Bukan hanya data tentang kesehatan dan pendidikan di Propinsi Papua atau Papua Barat yang selalu lekat dengan permaslahan yang ada, korupsi dana Otsuspun demikian. Oleh sebab itu muncul pameo yang beredar ditengah rakyat miskin Papua tentang indikasi korupsi yang tumbuh subur dikalangan pejabat Papua yang menyelewengkan dana otsus guna memperkaya diri sendiri sudah menjadi hal yang biasa dan lumrah. Padahal akan menjadi suatu kemanfaatan manakala Dana Otsus tersebut digunakan dengan tepat untuk meningkatkan taraf hidup 2,5 juta rakyat Papua yang masih terisolasi dan terbelenggu dalam kemiskinan ke kehidupan yang lebih layak.

Masalah kemiskinan rakyat Papua tidak perlu diperdebatkan atau menjadi bahan perdebatan. Data -data statistik yang dikeluarkan badan Statistik Nasional menempatkan Propinsi Papua dan Papua Barat di urutan utama propinsi termiskin di Indonesia. Bukan itu saja, secara kasat matapun kita dapat dengan mudah menemui menggelembungnya kemiskinan ditengah-tengah hiruk pikuk para pejabat di propinsi Papua dan Papua Barat sibuk mencanangkan untuk menjadi pejabat teras di propinsi Papua dan Papua Barat.

Sungguh ironis yang diperlihatkan jika dibandingkan dengan penerimaan Dana Otsus propinsi Papua dan Papua Barat yang cukup fantastis, sebab sudah ratusan trilyun rupiah digelontorkan ditembah dengan kekayaan alam Papua yang demikian berlimpah ruah, namun semua serasa raib dan menguap.

Keledai paling bodoh sekalipun, pasti akan mencium aroma korupsi yang sedang merajalela hingga kepelosok – pelosok kampung di Tanah Papua yang ikut terlibat dalam mengelaola bantuan 100 juta perkampung. Lihat saja pola perilaku konsumtif dan aksi “pamer kekayaan” para pejabat di Papua yang tanpa malu-malu merubah garasi mobil mereka menjadi arena showroom, jika dibandingkan dengan gaji normal yang diterima perbulan.

Namun kebesaran hati rakyat kecil Papua cukup teguh jika hanya dibandingkan dengan gelamornya kehidupan pejabatnya. Rakyat Papua sama sekali tidak kaget apalagi jantungan ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menungumkan bahwa telah menemukan adanya penyalahgunaan dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat dari dana yang disalurkan oleh pemerintah pusat.

Sejak tahun 2010 saja (pertengahan periode otsus) adapun perincian penyelewengan dana tersebut sebagai berikut : Pertama, Rp 566 miliar pengeluaran dana Otsus tidak didukung bukti yang valid. Dalam pemeriksaan tahun 2010 dan 2011, ditemukan Rp 211 miliar tidak didukung bukti termasuk realisasi belanja untuk PT TV mandiri Papua dari tahun 2006-2009 senilai Rp 54 miliar tidak sesuai ketentuan. Dan Rp 1,1 miliar pertanggunganjawaban perjalan dinas menggunakan tiket palsu. Serta temuan sebelumnya belum sepenuhnya ditindaklanjuti Rp 354 miliar.

Kedua, Pengadaan barang dan jasa melalui dana Otsus senilai Rp 326 miliar tidak sesuai aturan. Antara lain: Pertama, Rp 5,3 miliar terjadi di Kota Jayapura tahun anggaran 2008 tidak melalui pelelangan umum. Kedua pengadaan dipecah Rp 1.077.476.613 terjadi di Kabupaten Merauke tahun 2007 dan 2008. Ketiga, pengadaan tanpa adanya kontrak Rp 10 miliar yang terjadi di Kabupaten Kaimana, Papua Barat, tahun anggaran 2009. Di samping itu terdapat temuan tahun 2002-2009 yang belum ditindaklanjuti Rp 309 miliar.

Ketiga, Rp 29 miliar dana Otsus fiktif. Dalam tahun anggaran 2010 terdapat Rp 22,8 miliar dana Otsus yang dicairkan tanpa ada kegiatan atau fiktif. Rincian kegiatan fiktif tersebut: Pertama, detail engineering design PLTA Sungai Urumuka tahap tiga Rp 9,6 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Kedua, detail engineering design PLTA Sungai Mambrano tahap dua Rp 8,7 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Ketiga, studi potensi energi terbarukan di 11 kabupaten Rp 3,1 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Keempat, fasilitas sosialisasi anggota MRP periode 2010-2015, Rp 827,7 miliar pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat daerah tahun 2010. Sedangkan bagian tindak lanjut tahun sebelumnya Rp 6 miliar.

Keempat, Rp 1,85 triliun dana Otsus periode 2008-2010, didepositokan. Dengan rincian Rp 1,25 triliun pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379012 per 20 November 2008. Rp 250 miliar pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379304 per 20 Mei 2009 dan Rp 350 miliar pada Bank Papua dengan no seri A09610 per 4 Januari 2010. Penempatan dana Otsus dalam bentuk deposito bertentangan dengan pasal 73 ayat 1 dan 2 Permendagri 13 th 2006.

Bagi daerah lain di Indonesia, penyelewengan dana otsus sebesar sebesar itu pasti akan menggemparkan, karena jumlah tersebut cukup fantastis. Lewat dana tersebut juga seharusnya telah tercipta berbagai fasilitas perintis atau penunjang yang akan memudahkan kehidupan rakyat kecil di Papua. Namun harapan hanya sebuah harapan, realisasi dan pelaksanaannya sampai saat ini cukup membuat kita geleng-geleng kepala. Sayangnya bagi rakyat Papua berita tersebut tidak menimbulkan gejolak yang berkelebihan di tataran akar rumput, salah satu faktor yang menjadi alasan adalah tentang perilaku korupsi yang telah mengakar sebagai “gaya hidup” para pejabat di Papua, yang secara tidak langsung pun memberi dampak buruk terhadap pola pikir rakyat kecil. Kita bisa sebut sesaat dana desa telah didistribusikan ke kampung-kampung, kalangan muda-mudi tidak canggung untuk mabuk-mabukan dipinggiran jalan, atau kembali maraknya judi di wilayah tersebut.

Sehungguhnya rakyat Papua juga sudah muak dengan aksi korupsi mereka yang sudah tidak ketulungan lagi. Saat ini kelompok rakyat yang sejatinya tidak tahu-menahu atau hampir tidak pernah merasakan dana otsus sedang dibenturkan dengan pemerintah oleh elit politik di Papua yang terindikasi sedang menyelewengkan dana tersebut. Pihak BPK, KPK, dan Kepolisian diharapkan bisa berbuat lebih untuk memberi efek jera terhadap kepala pejabat yang korupsi.

Related Articles

Back to top button